Kamis, 13 Agustus 2015

Artikel BMT

KONSEP BAITUL MAL  TERHADAP KESEJAHTERAAN SOSIAL: PROSPEKTIF  BAITUL MAL WA TAMWIL DI INDONESIA MENUJU PASAR BEBAS 2015

Dewi Angraeni
Pascasarjana Univeristas Islam Negeri Alauddin Makassar

Abstract:
BMT is more than a financial institution has a vision and mission for the development of Islamic economics in Indonesia. But oriented towards economic empowerment as well as small and medium businesses. Therefore, BMT should be to maximize the role and future existence in reducing the portion of amount poverty in Indonesia, the crisis regulation hampering development of BMT across the country as well as the management immaturity when entering free market era BMT need restructuring its institutional and optimize its role in helping the community and empower small and medium enterprises. BMT is  expected to be a non-bank financial institutions that can provide a major contribution to economic development in the institution. The government is expected to quickly and precisely regulate predictably see the opportunities and challenges that occur, as the development of economy and  needs of an increasingly diverse society.
Keywords: existence, regulation, prospective free market

I.       Pendahuluan
Pembangunan nasional merupakan proses perubahan struktural yang dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan. Pembangunan adalah proses natural untuk mewujudkan cita-cita bernegara, yaitu masyarakat makmur sejahtera, adil dan merata. Kesejahteraan ditandai dengan kemakmuran, yaitu meningkatnya konsumsi seiring meningkatnya pendapatan. Pendapatan meningkat sebagai hasil dari produksi yang meningkat pula. Proses natural tersebut dapat terlaksana jika asumsi-asumsi pembangunan dapat dipenuhi, yaitu kesempatan kerja atau partisipasi termanfaatkan secara penuh (full employment), setiap orang memiliki kemampuan yang sama (equal productivity, equal acces, level playing field), dan masing-masing pelaku bertindak rasional (efficient).
Kemiskinan merupakan masalah kronis yang melanda bangsa Indonesia. Banyak program pengentasan kemiskinan telah dilakukan, tetapi keberhasilannya belum terasa sama sekali, hasil yang dicapai tidak efisien dan tidak tepat sasaran. Satu temuan dari hasil kajian tingkat internasioanal maupun lokal bahwa bagaimana membebaskan manusia dari belenggu kemiskinan dengan memutus mata rantai kemiskinan melalui pengembangan microfinance, yaitu suatu model penyedian jasa keuangan  bagi masyarakat yang memiliki usaha pada sektor paling kecil yang tidak dapat mengakses bank karena berbagai keterbatasannya.

Upaya pengentasan kemiskinan ini dapat dilakukan, antara lain dengan memutus mata rantai kemiskinan itu sendiri, diantaranya adalah penguatan berbagai aspek di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pada dasarnya merupakan bagian dari masyarakat miskin  yang mempuanyai kemauan dan kemampuan untuk produktif. Arti penting UMKM tidak terbantahkan lagi karena ia merupakan penyumbang lapangan pekerjaan terbesar perekonomian  Indonesia. Dalam hal ini, di Indonesia telah dikembangkan Lembaga Keuangan Mikro Syariah  (LKMS) dengan istilah yang lebih dikenal dengan nama “Baitul Maal wa at-Tamwil” atau biasa juga disebut “ Balai Usaha Mandiri Terpadu” atau disingkat BMT.
Kehadiran BMT ini diharapkan mampu mananggulangi masalah permodalan yang dialami oleh pengusaha kecil mikro, sehingga distribusi modal dan pendapatan dapat dirasakan masyarakat kecil yang tidak tersentuh oleh kebijakan pemerintah. Peluang pengembangan BMT di Indonesia sesungguhnya sangat besar, mengingat Usaha Mikro dengan skala pinjaman dibawah Rp. 5 Juta adalah segmen pasar yang dapat dilayani dengan efektif oleh lembaga ini.
Hamzah, Zulkifli Rusdy dan Zulfadli dalam penelitian mereka “Analisis Masalah Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Operasi di Pekanbaru Indonesia Menggunakan Pendekatan Analytical Network Process (ANP)” bahwa dari analisis yang dilakukan dengan menggunakan ANP, ada beberapa temuan yang dirumuskan, yaitu (1) Dari masalah internal, kurangnya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh BMT menjadi isu yang sangat penting untuk diselesaikan oleh para praktisi BMT. Karena sumber daya manusia sebagai unsur yang paling penting dalam kegiatan usaha untuk mencapai suatu tujuan BMT itu; (2) Dari isu-isu eksternal, tidak adanya regulasi khusus yang mengatur masalah BMT yang harus diatasi. Karena masalah yang berkaitan dengan status hukum BMT masih menjadi perdebatan hangat di kalangan praktisi, akademisi, dan regulator. (3) Solusi yang dapat digunakan sebagai rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia BMT pelatihan melalui dan pendidikan. Dan membangun peraturan baru daripada mengatur BMT khusus; (4) Untuk penelitian lebih lanjut, BMT harus membuat jangka pendek, jangka menengah dan strategi bisnis jangka panjang, dengan mensinergikan dengan regulator, praktisi, MUI, dan akademisi untuk pengembangan masa depan BMT dalam  melayani kelompok berpenghasilan rendah dalam masyarakat.
Makalah ini mencoba untuk mengeksplorasi dari beberapa penelitian yang terkait mengupas permasalahan BMT khususnya di Indonesia. Melihat fakta yang terjadi, BMT belum mampu menjadi solusi jitu dalam mengatasi himpitan ekonomi masyarakat kecil disebabkan penyebaran cabang BMT diseluruh di wilayah Indonesia belum mampu mewadahi kabupaten-kabupaten dan daerah-daerah terpencil. Meskipun berbagai upaya selama ini  terus ditempuh, tulisan ini sebisa mungkin mancari solusi praktis dan tepat sasaran. Dalam menyambut pasar bebas, BMT juga memerlukan berbagai persiapan untuk terlibat dan bersaing pada era pasar bebas tahun ini.

II.    Baitul Mal sebagai Institusi Keuangan Publik
Baitul Mal wa Tamwil merupakan salah satu lembaga ekonomi dan keuangan yang dikenal luas selama ini. Baitul Mal yang berkembang pada masa-masa awal kejayaan Islam berfungsi sebagai institusi keuangan publik, yang oleh sebagian pengamat ekonomi disejajarkan dengan lembaga yang menjalankan fungsi perekonomian modern, bank sentral. Lembaga keuangan publik ini berhubungan dengan ketentuan, pemeliharaan, dan pembayaran dari sumber-sumber yang dibutuhkan untuk memenuhi fungsi-fungsi publik dan pemerintah. (Islahi, 1997,249).
Baitul Mal ini berkembang bersamaan dengan pengembangan masyarakat muslim dan pembentukan negara Islam (Masyarakat Madani) oleh Rasulullah Saw kala itu. Landasan keberadaan institusi ini secara normatif adalah adanya anjuran Al-Qur’an untuk menyantuni orang miskin secara sukarela. (QS. 70:24-25). Oleh karena itu hingga saat ini baitul mal tetap berfungsi sebagai mobilisasi berbagai sumber. Nurul Huda menyebutkan pendapatan Baitul Mal diantaranya; kharaj, zakat, ushr (bea cukai), wakaf, infak, sedekah, jizyah, ghanimah, dan  fay.
Berkaitan dengan pembelanjaan harta Baitul Mal, Al-Mawardi menjelaskan dalam salah satu kitabnya Al-Ahkam as-Sulthaniyah bahwa jika dana pada pos tertentu tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan yang direncanakan, pemerintah dapat meminjam uang belanja dari pos yang lain. Ia juga menyatakan bahwa pendapatan dari setiap Baitul Mal provinsi digunakan untuk memenuhi pembiayaan kebutuhan publiknya masing-masing. Jika terdapat surplus, gubernur mengirimkan sisa dana tersebut kepada pemerintah pusat. Sebaliknya, pemerintah pusat atau provinsi yang memperoleh pendapatan surplus harus mengalihkan sebagian harta Baitul Mal kepada daerah-daerah yang mengalami defisit. Baitul Mal bertanggung jawab atas timbulnya berbagai harta benda yang disimpan sebagai amanah untuk didistribusikan kepada mereka yang berhak, dan bertanggung jawab atas seiring dengan adanya pendapatan yang menjadi aset kekayaan Baitul Mal itu sendiri.

III.       Eksistensi  BMT di Indonesia
Berdirinya Baitul Mal wa Tamwil (BMT) di Indonesia merupakan jawaban terhadap tuntutan dan kebutuhan kalangan umat muslim. Kehadiran BMT muncul pada saat umat islam mengharapkan adanya lembaga keuangan yang menggunakan prinsip-prinsip syariah dan bebas dari unsur riba. Selain berfungsi sebagai penghimpun dana masyarakat yaitu zakat, infak dan sedekah serta lainnya, BMT juga menyediakan layanan tabungan dan pembiayaan kegiatan yang bersifat ekonomi yang sesuai prinsip syariah.
Dari segi praktisnya, selama ini BMT indonesia tidak lepas dari peran Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) dalam mendorong kegiatan BMT di Indonesia. BMT memiliki peluang yang besar untuk menjajaki pasar Indonesia melalui tingkat pertumbuhan ekonomi, BMT mampu bertahan ditengah krisis ekonomi dan moneter yang meruntuhkan infrastruktur dan suprastruktur perekonomian Indonesia.Oleh karena itu BMT hendaknya mampu melihat secara seksama dan cermat setiap perkembangan ekonomi, baik dalam skala mikro maupun makro. Misalnya, ketika Indonesia ikut menandatangani perjanjian pasar bebas dalam AFTA 2003 lalu akan terdapat stimulasi dan fragmentasi perubahan dalam bidang ekonomi.
BMT didirikan ditengah situasi yang sulit, yakni menjelang terjadinya krisis ekonomi tahun 1990-an. Menghadapi krisis tersebut Indonesia perlahan membangkitkan diri dari berbagai sektor  dengan melakukan pemasaran skala lokal, regional, dan internasional. Dengan sendirinya kalangan produsen memerlukan dukungan modal yang cukup dari lembaga keuangan. Dalam konteks inilah akan terbuka peluang pasar yang cukup luas bagi pengembangan BMT diberbagai wilayah Indonesia.
Pada Agustus 2014 sebanyak 550 anggota BMT mengelola dana sekitar Rp11 triliun, yang diperkirakan merupakan 75 persen dari total kelolaan BMT se-Indonesia. Jumlah orang yang dilayani mencapai 2,7 juta keluarga. Saat Soeharto Amjad, anggota Majelis Wali Amanah Perhimpunan BMT Indonesia mengatakan bahwa kini BMT telah mampu merekrut lebih 10.000 insan BMT yang memberikan pelayanan. Dikatakannya, pertumbuhan aset mencapai 35 persen per tahun dan kontraksi ekonomi Indonesia telah diperkirakan.

IV.       Krisis Regulasi
Kebijakan pemerintah selama ini masih memberikan peluang yang cukup besar bagi pengembangan lembaga keuangan syariah. Sebagai contoh, UU No. 10/1998 tentang perbankan telah memberikan kesempatan luas bagi bank-bank syariah dan pengembangan, termasuk pula lembaga lainnya yang diatur dalam UU tersebut.
Keberadaan lembaga syariah saat ini mulai dilihat sebagai lembaga keuangan alternatif yang memberikan dukungan pada perbaikan ekonomi. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk membatasi ruang gerak lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia.
Peran BMT sebagai lembaga swadaya ekonomi masyarakat masih dibutuhkan, khususnya oleh kalangan usaha kecil dan menengah yang memerukan bantuan modal usaha. Dalam konteks ini, BMT diposisikan sebagai mitra utama, bahkan menjadi mitra utama pemerintah dalam mendorong proses percepatan kegiatan usaha kecil dan menengah.
Menyadari hal tersebut, kenyataan yang ditemukan pada kondisi BMT selama ini masih terdapat kekurangan yang menyebabkan  operasional dan SDM belum memuaskan. Belum adanya perlindungan dana nasabah terpusat, di setiap BMT punya Standar Operasional Prosedur (SOP) sendiri yang bersifat preventif dalam kegiatan  saving dan financing, hal ini berdasarkan temuan Mahasiswa FH UMY pada tahun 2013 lalu.
Masalah perlindungan dana nasabah diatas sebenarnya berakar dari belum adanya regulasi pemerintah yang secara konstitusi memiliki otoritas untuk merumuskan kebijakan dan mengawasi BMT karena termasuk dalam Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Kendati telah ada peraturan perundang undangan yang mengatur seperti undang-undang lembaga keuangan mikro dan lembaga OJK namun sifatnya masih bersifat umum. “BMT termasuk KJKS jadi pemerintah melalui dinas Koperasi dan Perindustrian disini mempunyai otoritas untuk mengawasi BMT itu sendiri. BMT belum diatur secara khusus, di undang-undang lembaga keuangan mikro sudah ada BMT tapi belum secara keseluruhan diatur”. Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Indonesia mengeluh tidak adanya undang-undang (UU) yang mengatur koperasi syariah dan UU lembaga keuangan mikro (LKM) yang dinilai membatasi BMT.
Joelarso, ketua Umum Perhimpunan BMT Indonesia, bahwa BMT hadir sebagai lembaga yang sistemnya memberdayakan masyarakat di level mikro dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Jadi, BMT yang berdiri selama 20 tahun ini sudah teruji dan banyak hal yang telah dikerjakan. Menurut data terbaru Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM), jumlah BMT di Indonesia yaitu 4.500 BMT. BMT disebutnya menyejahterakan umat, tidak hanya kesejahteraan lahiriyah tetapi juga batiniyah. Sehingga, setidaknya ada 4 juta masyarakat mikro yang menjadi anggota BMT.
Sementara, aset BMT dibawah Rp 1 miliar hingga Kuartal III 2014 (Year on Year) tumbuh antara 40 persen hingga 60 persen. Kemudian, BMT dengan aset diatas Rp 1 miliar hingga September 2014 tumbuh antara 30 sampai 40 persen. Namun sayangnya, potensi dan prospek itu tidak dibarengi dengan adanya regulasi atau UU koperasi syariah. Walaupun sebelumnya sudah ada UU nomor 17 tahun 2012 mengenai koperasi. Tetapi Mahkamah Konstitusi (MK) menganulir UU itu. Maka secara otomatis, tidak ada UU yang mengatur Koperasi. Regulasi yang mengatur koperasi hanya dalam peraturan menteri (PERMEN). Selain itu, pihaknya menilai pemerintah membatasi BMT lewat adanya UU LKM. Menurutnya, UU LKM benar-benar membatasi BMT menjadi mikro, baik lembaga maupun operasional.
Joelarso menyontohkan, jika satu BMT sudah berada di satu kabupaten maka tidak bisa melakukan ekspansi buka kantor cabang di kabupaten lain. Asetnya juga dibatasi, yaitu Rp 1 miliar per BMT. UU LKM ini menjadi kendala bagi BMT berbadan hukum koperasi yang sudah terlanjur besar usahanya dan membuka cabang di berbagai wilayah. Untuk itu, pihaknya meminta regulator harus menerbitkan satu aturan tambahan untuk BMT berbadan hukum koperasi.
Tampaknya masih sulit ditemukan pihak-pihak yang secara real dan sungguh-sungguh berusaha memberikan solusi atau way out tentang kelemahan BMToleh karena itu yang paling penting dibutuhkan saat ini bukan hanya sekedar gagasan dan konsep, melainkan sekaligus action nyata, baik berbentuk pembinaan SDM, manajerial, partnershi, perluasan jejaring (linked), maupun permodalan.

V.          Prospektif Menyambut Pasar Bebas
Ada banyak peluang yang dimiliki oleh negara-negara ASEAN untuk memajukan ekonomi syariah di mana industri halal dapat berkembang dengan pesat di wilayah ini. Menurut data yang ada, total populasi di negara ASEAN adalah 600 juta jiwa dengan 40% diantaranya (sekitar 240 juta) adalah muslim. Ini merupakan indikator yang potensial bagi pertumbuhan keuangan syariah di Malaysia, Indonesia dan Brunei Darussalaam yang sudah memiliki kontribusi signifikan seperti bank syariah, asuransi syariah, dan sukuk. Sedangkan Filipina dan Thailand merupakan pasar yang potensial untuk perkembangan ekonomi syariah selanjutnya.
Fundamental ekonomi Indonesia yang umumnya tercermin pada tingkat daya beli masyarakat dan prioritas pengembangan usaha sektor riil masih rentan terhadap berbagai gejolak yang ditimbulkan oleh ekonomi pasar adakalanya harga-harga barang pokok dipasaran naik dan turun tidak terkontrol karena munculnya barang ilegal ke dalam negeri, seperti dalam kasus gula dan beras impor.
Dalam keadaan itu, diperlukan suatu bentuk  program yang terstruktur dan terencana bagi pengembangan ekonomi masyarakat, yakni pemerintah, lembaga keuangan, dan pelaku usaha membuat kerjasama secara TRIPATIT. Kerja sama tersebut dapat dilakukan dalam bentuk, 1) pemerintah beserta lembaga keuangan berupaya merumuskan suatu program  pembangunan ekonomi dengan cara menyediakan bantuan modal usaha (kredit lunak) bagi kalangan kecil dan menengah,2) program tersebut dilakukan oleh lambaga keuangan terpercaya oleh pemerintah untuk membantu permodalan dikalangan usaha kecil dan menengah, 3) kalangan usaha kecil dan menengah mengelola bantuan dana tersebut untuk mengembangkan dan meningkatkan kinerja dan pendapatan usaha mereka dengan tetap berada dibawah pengawasan pemerintah dan lembaga keuangan.
Kaitannya dengan prospektif dalam mengeksiskan BMT memasuki era pasar bebas dewasa ini, BMT masih tetap konsisten dalam memosisikan dirinya sebagai lembaga swadaya ekonomi masyarakat. BMT tetap memiliki tujuan untuk menjadi lembaga yang memberikan perhatian pada pengembangan usaha keci dan menengah, sebagaimana dirumuskan dalam frame; 1) mendukung program pembangunan ekonomi nasional dengan cara meningkatkan sumber daya perekonomian rakyat sesuai dengan cita-cita dan tujuan ekonomi nasional; 2) meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan sumber daya ekonomi dalam mendukung pengembangan ekonomi syariah di Indonesia melalui penyelenggaraan lembaga keuangan syariah yang berpihak pada ekonomi kerakyatan; 3) memberikan prioritas pada pmberdayaan ekonomi melalui pemanfaatan potensi sumber daya alam dan pengelolaannya secara proprsional serta ditujkan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara adil dan merata. 4) Memberikan pijakan dasar yang kuat untuk mengembangkan sistem perekonomian yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah dan menganut nilai-nilai keadilan dan pemerataan dibidang ekonomi.
Hal demikian perlu dicermati oleh pemerintah dan BMT oleh beberapa indikator penting atas kondisi ekonomi yang terjadi dalam iklim pasar bebas; a) meningkatnya aktivitas perekonomian berupa masuknya berbagai jenis produk impor ke dalam negeri dan sekaligus akan berdampak pada terjadinya kompetisi yang tidak sehat terhadap harga-harga barang, b) berkembangnya lembaga-lembaga keuangan baru yang akan menawarkan berbagai jenis produk dan jasa keuangan kepada masyarakat dan pelaku usahadalam bentuk kemudahan memperoleh kredit dan pinjaman, c) terbukanya kesempatan bagi masyarakat utnuk memanfaatkan berbagai produk baru, lembaga keuangan baru, lapangan kerja baru, dan kebutuhan untuk tetap survive ditengah persaingan ekonomi yang semakin kompetitif.
Dari ketiga indikator tersebut, Indonesia perlu mempersiapkan lebih dini infrastruktur dan suprastruktur ekonomi agar mampu dan siap bersaing pada era pasar bebas. Demikian pula, lembaga BMT perlu melakukan pembenahan, baik secara kelembagaan maupun fungsional dalam melayani masyarakat agar tidak dikalahkan oleh lembaga sejenis yang memiliki modal dan struktur lebih kuat dalam memberikan berbagai kemudahan masyarakat.
Pemberdayaan ekonomi kedepan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak, yang diperlukan peran lembaga keuangan dalam membangun ekonomi Indonesia. Demikian pula peran BMT dalam memberantas kemiskinan yang mayoritas terdapat pada lapisan masyarakat bawah dan lemah.
Berdasarkan problematika yang terjadi, perlu dirumuskan beberapa konsep pemberdayaan dan pengembangan BMT pada masa mendatang sekaligus langkah-langkah konkret yang perlu disegerakan, diawali dengan; a) menjadikan BMT sebagai lembaga keuangan mikro rakyat yang profesional dan dapat dipercaya sehingga dapat dijadikan tempat bagi proses akumulasi modal dari kalangan masyarakat bawah. Dalam hal ini jaringan small but proffesional penting dijadikan sebagai dasar pijakan; b) menjadikan BMT sebagai fasilitator dan ujung tombak penggerak ekonomi soektor riil dengan menumbuhkan dan mengembangkan usaha kecil masyarakat bawah melalui perannya sebagai sumber permodalan yang mudah dan murah; c) membangun jaringan (networking),  baik secara horizontal dengan sesama BMT dan lembaga-lembaga perekonomian lain maupun secara vertikal dengan menjalin hubungan kemitraan (partnership) dengan LKS-LKS yang lebih besar dan lebih mapan, sebagai alternatif bagi pembinaan permodalan, manajemen, dan SDM sekaligus berdasarkan prinsip kerja sama saling menguntungkan; d) melakukan kerja sama dengan lembaga pendidikan, seperti universitas atau akademi atau institut dari luar negeri; e) melakukan kerja sama dengan para ulama, cendekiawan, dan tokoh masyarakat yang berpengaruh sebagai upaya pendekatan berdasarkan unsur emosi dan/atau rasional.
Kesimpulan
BMT lebih dari sekedar lembaga keuangan yang memiliki visi dan misi bagi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, tetapi juga berorientasi pada pemberdayaan ekonomi masyarakat serta kalangan usaha kecil dan menengah. Berdasarkan hal tersebut, BMT perlu lebih memaksimalkan peranan dan eksistensinya ke depan dalam mengurangi porsi jumlah kemiskinan di Indonesia, krisis regulasi yang berakibat terhambatnya perkembangan BMT di seluruh pelosok negeri,  serta ketidakmatangan  manajemen ketika memasuki era pasar bebas.
Persaingan usaha dan iklim ekonomi pada era bebas akan menjadi daya tarik dan tantangan baru yang berat bagi BMT untuk menjadi lembaga keuangan mitra usaha kecil dan menengah, BMT perlu merekstrukturisasi kelembagaannya dan mengoptimalkan peranannya dalam membantu masyarakat serta memberdayakan usha kecil dan menengah.
Tidak ada pilihan yang lebih baik bagi BMT selain berupaya mempertahankan kepercayaan yang telah diberikan oleh masyarakat dengan cara memberikan pelayanan yang lebih baik dalam bentuk produk dan jasa keuangan unggulannya. BMT diharapkan menjadi lembaga keuangan nonbank yang mampu memberikan kontribusi besar bagi pembangunan ekonomi di Indonesia. Selain itu yang terpenting adalah bagaimana pemerintah mampu meregulasi secara tepat  dan cepat dengan melihat peluang dan tantangan yang terjadi, seiring perkembangan perekonomian dan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.

Daftar Pustaka
Ali. Zainuddin. Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta. Sinar Grafika: 2009.

Bahri, Saiful. Negara ASEAN Berpotensi Besar Kembangkan Ekonomi Syariah, http://www.dakwatuna.com/2013/11/18/42328

Alamsyah, Ihsan Emerald. Ini Permintaan BMT kepada Regulator dan pemerintah, http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariahekonomi/14/10/23/ndw7h6

http://www.umy.ac.id/regulasi-tentang-prosedur-perlindungan-dananasabah-bmt-masih-kurang.html

International Journal of Academic Researching Business and Social Sciences. Analysis Problem of Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Operation in Pekanbaru Indonesia Using Analytical Network Process (ANP) Approach. August 2013, Vol. 3, No. 8 ISSN: 2222-6990

Muhammad. 2007. Lembaga Ekonomi Syariah. Graha Ilmu. Yogyakarta

Muljadi .Prospektif Baitul Maal Wat Tamwil dalam Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia.Universitas Muhammadiyah. Tangerang

Ridwan, A.H. 2013. Manajemen Baitul Mal wa Tamwil. CV Pustaka Media.Bandung







Tidak ada komentar:

Posting Komentar