Dalam sejarah peradaban manusia, ada beberapa bentuk sistem ekonomi yang pernah ditemukan. Bentuk paling primitif adalah despotisme, dimana ekonomi diatur oleh sebuah ototritas tunggal, baik itu seorang atau sekelompok orang yang menjadi pemimpin. Sistem despotik bukan tidka berhasil. Sebaliknya, peradaban-peradaban besar dimasa lalu dibangun atas sistem ini. Problem despotisme adalah ia tidak brkelanjutan. Sistem ini mampu mengatasi problem dan yang makin kompleks dihadapi oleh umat manusia. oleh karena itulah sistem ini kemudian punah. Setidaknya sistem ijni eksis hanya di tingkat masyarakat yang terbatas.
Sistem ekonomi menunjuk pada satu kesatuan mekanisme dan lembaga pengambilan keputusan yang mengimplementasikan keputusan tersebut terhadap produksi, konsumsi dan distribusi pendapatan.Karena itu, sistem ekonomi merupakan sesuatu yang penting bagi perekonomian suatu negara. Sistem ekonomi terbentuk karena berbagai faktor yang kompleks, misalnya ideologi dan sistem kepercayaan, pandangan hidup, lingkungan geografi, politik, sosial budaya, dan lain-lain.
Pada saat ini terdapat berbagai macam sistem ekonomi negara-negara di dunia. Meskipun demikian secara garis besar, sistem ekonomi dapat dikelompokkan pada dua kutub, yaitu liberalisme/kapitalisme dan sosialisme. Sistem-sistem yang lain seperti welfare state, state capitalism, market socialisme, democratic sosialism pada dasarnya bekerja pada bingkai kapitalisme dan sosialisme. Akan tetapi, sejak runtuhnya Uni Soviet, sistem sosialisme dianggap telah tumbang bersama runtuhnya Uni Soviet tersebut. Dalam konteks tulisan ini, maksud ekonomi konvensional adalah sistem ekonomi kapitalisme yang hingga kini masih menjadi sistem ekonomi kuat di dunia.
Dalam praktik, sistem ekonomi yang dijalankan oleh negara-negara didunia saat ini ada di sepanjang spektrum tersebut. apa yang disebut ‘liberalisme/kapitalisme’ dan sosialisme sesunggunhnya memiliki banyak varian didalamnya. Selain itu banyak juga varian dari sistem ekonomi yang tidak disarankan oleh salah satu atau kedua ide besar itu, misalnya sistem ada di beberapa komunitas. Lalu bagaimana dengan ekonomi islam? Diskusi mengenai ekonomi islam dalam kaitannya dengan sosialisme dan liberalisme bukan soal apakah (whether) ekonomi islam itu sosialisme atau liberalisme. Tapi lebih kepada dimana (where) ia berada dalam spektrum tersebut; apakah ada perbedaan dari apa yang ditawarkan oleh ekonomi Islam dibandingkan kedua sistem tersebut.
Hakikat Sistem Ekonomi Liberal, Sosialis dan Ekonomi Islam
1. Liberalisme
Secara etimologis berasal dari kata atau bahasa latin yang berati free selanjutnya liberal berati nonrestricted, tidak dibatasi atau independent in opinion; bebas dalam berpendapat.[1]
Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu.
a. Sejarah Kelahiran
Sejarah liberalisme termasuk juga liberalisme agama adalah tonggak baru bagi sejarah kehidupan masyarakat Barat dan karena itu, disebut dengan periode pencerahan. Perjuangan untuk kebebasan mulai dihidupkan kembali di zaman Renaissance di Italia. Paham ini muncul ketika terjadi konflik antara pendukung-pendukung negara kota yang bebas melawan pendukung Paus. Liberalisme lahir dari sistem kekuasaan sosial dan politik sebelum masa Revolusi Prancis berupa sistem merkantilisme, feodalisme, dan gereja roman Katolik. Liberalisme pada umumnya meminimalkan campur tangan negara dalam kehidupan sosial. Sebagai satu ideologi, liberalisme bisa dikatakan berasal dari falsafah humanisme yang mempersoalkan kekuasaan gereja di zaman renaissance dan juga dari golongan Whings semasa Revolusi Inggris yang menginginkan hak untuk memilih raja dan membatasi kekuasaan raja. Mereka menentang sistem merkantilisme dan bentuk-bentuk agama kuno dan berpaderi.
Prinsip dasar liberalisme adalah keabsolutan dan kebebasan yang tidak terbatas dalam pemikiran, agama, suara hati, keyakinan, ucapan, pers dan politik. Di samping itu, liberalismme juga membawa dampak yang besar bagi sistem masyarakat Barat, di antaranya adalah mengesampingkan hak Tuhan dan setiap kekuasaan yang berasal dari Tuhan; pemindahan agama dari ruang publik menjadi sekedar urusan individu; pengabaian total terhadap agama Kristen dan gereja atas statusnya sebagai lembaga publik, lembaga legal dan lembaga sosial.
Dalam liberalisme budaya, paham ini menekankan hak-hak pribadi yang berkaitan dengan cara hidup dan perasaan hati. Liberalisme budaya secara umum menentang keras campur tangan pemerintah yang mengatur sastra, seni, akademis, perjudian, seks, pelacuran, aborsi, keluarga berencana, alkohol, ganja, dan barang-barang yang dikontrol lainnya. Belanda, dari segi liberalisme budaya, mungkin negara yang paling liberal di dunia.
b. Munculnya Liberalisme
Liberalisme tidak diciptakan oleh golongan pedagang dan industri, melainkan diciptakan oleh golongan intelektual yang digerakkan oleh keresahan ilmiah dan artistik umum pada zaman itu. Keresahan intelektual tersebut disambut oleh golongan pedagang dan industri, bahkan hal itu digunakan untuk membenarkan tuntutan politik yang membatasi kekuasaan bangsawan, gereja dan gilde-gilde. Mereka tidak bertujuan semata-mata untuk dapat menjalankan kegiatan ekonomi secara bebas, tetapi juga mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Masyarakat yang terbaik (rezim terbaik), menurut paham liberal adalah yang memungkinkan individu mengembangkan kemampuan-kemampuan individu sepenuhnya. Dalam masyarakat yang baik, semua individu harus dapat mengembangkan pikiran dan bakat-bakatnya. Hal ini mengharuskan para individu untuk bertanggung jawab pada segala tindakannya baik itu merupakan sesuatu untuknya atau seseorang. Seseorang yang bertindak atas tanggung jawab sendiri dapat mengembangkan kemampuan bertindak. Menurut asumsi liberalisme inilah, John Stuart Mill mengajukan argumen yang lebih mendukung pemerintahan berdasarkan demokrasi liberal. Dia mengemukakan tujuan utama politik ialah mendorong setiap anggota masyarakat untuk bertanggung jawab dan menjadi dewasa. Hal ini hanya dapat terjadi manakalah mereka ikut serta dalam pembuatan keputusan yang menyangkut hidup mereka. Oleh karena itu, walaupun seorang raja yang bijaksana dan baik hati, mungkin dapat membuat putusan yang lebih baik atas nama rakyat dari pada rakyat itu sendiri, bagaimana pun juga demokrasi jauh lebih baik karena dalam demokrasi rakyat membuat sendiri keputusan bagi diri mereka, terlepas dari baik buruknya keputusan tersebut. Jadi, ciri-ciri ideologi liberal sebagai berikut :
Pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik.
Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragama dan kebebasan pers.
Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk diri sendiri.
Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan dicurigai sebagai hal yang cenderung disalahgunakan, dan karena itu, sejauh mungkin dibatasi.
Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian besar individu berbahagia. Walau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagian sebagian besar individu belum tentu maksimal. Dengan demikian, kebaikan suatu masyarakat atau rezim diukur dari seberapa tinggi indivivu berhasil mengembangkan kemampuan-kemampuan dan bakat-bakatnya. Ideologi liberalisme ini dianut di Inggris dan koloni-koloninya termasuk Amerika Serikat.
Prinsip dasar liberalisme adalah keabsolutan dan kebebasan yang tidak terbatas dalam pemikiran, agama, suara hati, keyakinan, ucapan, pers dan politik. Di samping itu, liberalismme juga membawa dampak yang besar bagi sistem masyarakat Barat, di antaranya adalah mengesampingkan hak Tuhan dan setiap kekuasaan yang berasal dari Tuhan; pemindahan agama dari ruang publik menjadi sekedar urusan individu; pengabaian total terhadap agama Kristen dan gereja atas statusnya sebagai lembaga publik, lembaga legal dan lembaga sosial.[2]
c. Sistem Ekonomi Liberalisme
Liberalisme ekonomi mendukung kepemilikan harta pribadi dan menentang peraturan-peraturan pemerintah yang membatasi hak-hak terhadap harta pribadi. Paham ini bermuara pada kapitalisme melalui pasar bebas. Persaingan bisa terjadi antarprodusen dalam menghasilkan produk, persaingan dapat pula terjadi antara penyalur produk, persaingan dapat pula terjadi antarkaryawan untuk mendapatkan pekerjaan, dan seterusnya. Dalam sistem liberal, individu atau kelompok yang terkuat akan memenangkan kompetisi dan menguasai seluruhnya.
Identik dengan kebebasan (laissez faire), yang dianggap sebagai iklim yang paling sesuai dengan sendi kapitalisme. Liberaisme adalah suatu paham yang berpendapat dan bercita-cita bahwa manusia dilahirkan didunia mempunyai hak untuk bebas seperti yang diinginkannya.[3]
2. Sosialisme
Istilah sosialisme atau sosialis dapat mengacu ke beberapa hal yang berhubungan dengan ideologi atau kelompok ideologi, sistem ekonomi, dan negara. Istilah ini mulai digunakan sejak awal abad ke-19. Dalam bahasa Inggris, istilah ini digunakan pertama kali untuk menyebut pengikut Robert Owen pada tahun 1827. Di Perancis, istilah ini mengacu pada para pengikut doktrin Saint-Simon pada tahun 1832 yang dipopulerkan oleh Pierre Leroux dan J. Regnaud dalam l'Encyclopédie Nouvelle. Penggunaan istilah sosialisme sering digunakan dalam berbagai konteks yang berbeda-beda oleh berbagai kelompok, tetapi hampir semua sepakat bahwa istilah ini berawal dari pergolakan kaum buruh industri dan buruh tani pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20 berdasarkan prinsip solidaritas dan memperjuangkan masyarakat egalitarian yang dengan sistem ekonomi menurut mereka dapat melayani masyarakat banyak daripada hanya segelintir elite.
a. Sejarah
Sosialisme yang kita kenal sekarang ini timbul sebagian besar sebagai reaksi terhadap liberalisme abad ke 19. Pendukung liberalisme abad ke 19 adalah kelas menengah yang memiliki industri, perdagangan dan pengaruh mereka di pemerintahan besar akibatnya kaum buruh terlantar. Kaum Borjuis dengan semakin baiknya alat produksi, sempurnanya alat-alat komunikasi, menarik semua bangsa bahkan yang paling biadab sekalipun keperadaban dunia.[4]
Sosialisme Utopis atau Sosialisme Utopia adalah sebuah istilah untuk mendefinisikan awal mula pemikiran sosialisme modern. Para sosialis utopis tidak pernah benar-benar menggunakan ini untuk menyebut diri mereka; istilah "Sosialisme Utopis" awalnya diperkenalkan oleh Karl Marx dan kemudian digunakan oleh pemikir-pemikir sosialis setelahnya, untuk menggambarkan awal kaum sosialis intelektual yang menciptakan hipotetis masa datang dari penganut paham egalitarian dan masyarakat komunal tanpa semata-mata memperhatikan diri mereka sendiri dengan suatu cara dimana komunitas masyarakat seperti itu bisa diciptakan atau diperjuangkan.
Karena Sosialisme utopis ini lebih merupakan sebuah kategori yang luas dibanding sebuah gerakan politik yang spesifik, maka sebenarnya sulit untuk mendefinisikan secara tepat istilah ini. Merujuk kepada beberapa definisi, desinisi sosialisme utopis ini sebaiknya melihat para penulis yang menerbitkan tulisan-tulisan mereka pada masa antara Revolusi Perancis dan pertengahan 1930-an. Definisi lain mengatakan awal mula sosialisme utopis jauh lebih ke masa lalu, dengan mengambil contoh bahwa figur Yesus adalah salah satu diantara penganut sosialisme utopis.
Istilah "sosialisme ilmiah" kadang digunakan oleh para penganut paham Marxisme untuk menguraikan versi sosialisme mereka, terutama untuk tujuan membedakannya dari Sosialisme Utopis dimana telah terdeskripsi dan idealistis (dalam beberapa hal mewakili suatu yang ideal) dan bukan ilmiah, yaitu, yang dibangun melalui pemikiran dan berdasarkan pada ilmu-ilmu sosial.
b. Sosialisme dan Demokrasi
Demokrasi dan sosialilsme merupakan dua ideologi yang sekarang nampak diannut di berbagai Negara yang bukan Fasis dan bukan Komunis. Dalam keadaan sekarang tidak mudah merumuskan pengertian demokrasi . Berbagai macam demokrasi telah berkembang menjadi berbagaai bentuk masyarakat. Demokrasi Inggris modern atau demokrasi Swedia lebih dekat dalam beberapa hal pada sosialisme Negara di Soviet Rusia dibandingkan dengan sistim ekonomi Amerika Serikat . Akan tetapi dalam soal-soal perorangan dan kemerdekaan politik hal sebaliknya yang berlaku . Berbeda lagi yang ada di Amerika Serikat mungkin dapat disebut “demokrasi kapitalis”. Disebut demikian karena yang tampak hanya demokrasi politik, tetapi tidak cukup ada apa yang dinamakan demokrasi ekonomi dengan tetap adanya freefight ekonomi yang memungkinkan beberapa gelintir orang menjadi kapitalis yang amat kaya .
Demokrasi ekonomi dan disamping itu demokrasi sosial dapat diketemukan dalam idiologi sosialisme, yang pada prinsipnya menjurus kepada suatu keadilan sosial dengan semboyan : kepada seorang harus diberikan sejumlah yang sesuai dengan nilai pekerjaanya. Akan tetapi untuk mencapai itu, pemerintah sering harus campur tangan dengan membatasi keluasaan gerak-gerik para warganegara. Sampai di mana ini berlaku, tergantung dari keadaan setempat di tiap-tiap Negara ( Wiryono P., 1981: 137) .
c. Sistem Ekonomi Sosialisme
Sistem ekonomi sosialis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1) Kepemilikan harta dikuasai sepenuhnya oleh negara
2) Setiap individu memiliki kesamaan kesempatan dalam melakukan aktivitas ekonomi, sehingga hal ini mampu meminimalkan tingkat kemiskinan yang seringkali terjadi karena ketiadaan kesempatan atau akses dalam aktivitas ekonomi
3) Disiplin politik yang tegas dan keras yang menganut sistem komando
4) Tiap warga negara dipenuhi kebutuhan pokoknya, hal ini disebabkan penguasaan mutlak kekayaan oleh negara
5) Proyek pembangunan dilaksanakan oleh negara, tanpa memberi kesempatan kepada swasta untuk mengolahnya.
6) Posisi tawar menawar individu dalam sistem sosialis sangat terbatas karena negara merupakan kunci utama dalam perekonomian.[5]
3. Ekonomi Islam
Para pakar ekonomi Islam memberikan definisi ekonomi Islam yang berbeda-beda, akan tetapi semuanya bermuara pada pengertian yang relatif sama. Menurut M. Abdul Mannan, ekonomi Islam adalah “sosial science which studies the economics problems of people imbued with the values of Islam”.[6] Menurut Khursid Ahmad, ekonomi Islam adalah a systematic effort to try to understand the economic problem and man’s behavior in relation to that problem from an Islamic perspective. Sedangkan menurut Muhammad Nejatullah Siddiqi, ekonomi Islam adalah “the muslim thinkers’ response to the economic challenges of their times. This response is naturally inspired by the teachings of Qur’an and Sunnah as well as rooted in them”.[7]
Dari berbagai definisi tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa ekonomi Islam adalah suatu ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, meninjau, meneliti, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara yang Islami (berdasarkan ajaran-ajaran agama Islam).
Gagalnya liberalisme maupun sosialisme dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat mengharuskan adanya pemecahan. Karena itu negara-negara muslim sangat membutuhkan suatu sistem yang lebih baik yang mampu memberikan semua elemen untuk berperan dalam mencapai kesejateraan dan kebahagiaa. Sistem ekonomi Islam bukanlah sistem ekonomi alternatif maupun sistem pertengahan;melainkan sistem ekonomi solutif atas berbagai konflik yang selama ini muncul.
Deskripsi paling sederhana dari ekonomi islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai Islam, dimana keseluruhan nilai tersebut sudah tentu Al-Qur’an dan As-Sunnah, Ijmak, dan Qiyas (Nasution dkk.2006). secara umum, lahirnya ide tentang ekonomi Islam didasarkan pada pemikiran bahwa sebagai agama yang lengkap dan sempurna, Islam tentulah tidak hanya memberikan penganutnya aturan-aturan soal ketuhanan dan iman saja, melainkan jawaban atas berbagai masalah yang dihadapi oleh manusia, termasuk ekonomi.
Sedangkan prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam menurut Umer Chapra adalah sebagai berikut:[8]
a. Prinsip Tauhid. Tauhid adalah fondasi keimanan Islam. Ini bermakna bahwa segala apa yang di alam semesta ini didesain dan dicipta dengan sengaja oleh Allah SWT, bukan kebetulan, dan semuanya pasti memiliki tujuan. Tujuan inilah yang memberikan signifikansi dan makna pada eksistensi jagat raya, termasuk manusia yang menjadi salah satu penghuni di dalamnya.
b. Prinsip khilafah. Manusia adalah khalifah Allah SWT di muka bumi. Ia dibekali dengan perangkat baik jasmaniah maupun rohaniah untuk dapat berperan secara efektif sebagai khalifah-Nya. Implikasi dari prinsip ini adalah: (1) persaudaraan universal, (2) sumber daya adalah amanah, (3), gaya hidup sederhana, (4) kebebasan manusia.
c. Prinsip keadilan. Keadilan adalah salah satu misi utama ajaran Islam. Implikasi dari prinsip ini adalah: (1) pemenuhan kebutuhan pokok manusia, (2) sumber-sumber pendapatan yang halal dan tayyib, 3) distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata, (4) pertumbuhan dan stabilitas.
Perbedaan Sistem Ekonomi Liberal, Sosialis dan Ekonomi Islam
Para ekonomi muslim umumnya memandang sistem ekonomi Islam memiliki perbedaan dengan kedua sistem besar yang telah ada.[9]
1. Secara epistemologis, ekonomi Islam dipercaya sebagai bagian integral dari ajaran agama Islam itu sendiri, sehingga pemikiran ekonomi Islam langsung bersumber dari Tuhan. Ekonomi islam dilihat sebagai sistem yang bertujuan bukan hanya mengatur kehidupan manusia didunia tapi juga menyeimbangkan kepentingan manusia di dunia dan akhirat. Ini kemudian membawa implikasi dari aspek normatif; apa yang baik dan buruk, apa yang harus dilakukan atau dihindari bukan semata-mata dilihat dari aspek efisiensi, melainkan bagaimana agar tindakan di kehidupan duniawi juga menghasilkan imbalan dikahirat. Sebagai konsekuensi dari landasan normatif itu, sejumlah aspek positif atau teknis dalam ekonomi konvensional tidak bisa diaplikasikan karena bertentangan dengan nilai yang dibenarkan oleh Islam.
2. Sistem ekonomi liberal/kapitalis sekarang semakin mendunia dan mendominasi perekonomian dunia karena lebih menjanjikan kemakmuran masyarakat yang merupakan pencapaian tujuan dari setiap sistem perekonomian. sedangkan sistem ekonomi sosialis menjadi semakin tidak populer lagi, karena beberapa negara yang mempraktikannya justru telah ambruk perekonomiannya, dan terbukti telah mencapai kemakmuran lebih rendah daripada negara-negara yang mengandung paham kapitalis. Sistem ekonomi sekarang tampil dengan suatu kemasan yang berbeda dari sistem ekonomi lainnya.
3. Dari sisi pondasi mikro dan landasan filosofis. Secara mendasar, paradigma sistem ekonomi kapitalisme berbasis kepada ekonomi pasar, kemudian sistem sosialis berbasis pada marxisme, dan sistem ekonomi Islam berbasis kepada prinsip dan aturan syariah. Perbedaan paradigma ini berimplikasi bahwa sistem sosialisme dan liberalisme/kapitalisme sangat menjunjung tinggi paham materialisme dalam setiap aktivitas ekonomi. Meskipun dalam sistem kapitalisme paham kebebasan dalam pengambilan keputusan ekonomi sangat dijunjung tinggi, hal ini menurut Adam Smith disebut dengan “laissez faire”. Sistem ekonomi Islam, memandang dunia sebagai tujuan antara dalam mencapai tujuan sebenarnya, yaitu akhirat, sehingga setiap aktivitas ekonomi yang dilakukan bertujuan dalam mencari falah yang sebesar-besarnya meskipun hanya menghasilkan keuntungan duniawi yang terkecil.
Titik Temu Antara Sistem Ekonomi Islam, Liberal dan Sosialis
Untuk mempertemukan ketiga sistem ekonomi ini, maka terlebih dahulu dikemukakan dampak-dampak positif dari ketiga sistem tersebut;[10]
1. Sistem ekonomi liberal (kapitalisme) akan mampu mendorong aktivitas ekonomi secara signifikan karena setiap individu selalu berusaha melakukan aktivitas ekonomi yang paling efisien bagi dirinya dan kelompoknya; persaingan bebas yang terdapat dalam sistem ini akan mewujudkan produksi dan harga ketingkat wajar dan rasional. Hal ini dikarenakan setiap individu atau kelompok akan berusaha memenangkan persaingan, sehingga persaingan yang tercipta akan menghasilkan suatu harga yang wajar dan rasional dalam perekonomian; mendorong motivasi pelaku ekonomi mencapai prestasi terbaik melalui kegiatan ekonomi yang paling efisien.
2. Sistem ekonomi sosialis, nasib kaum lemah (kaum marjinal) sangat diperhatikan dalam sistem ekonomi sosialis, hal ini dikarenakan kelahiran sistem sosialis sebagai akibat penumpukana modal yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat sehingga kaum yang lemah tidak bisa mendapatkan akses yang sama; tidak terjadi pengangguran dalam masyarakat, sebab tujuan utama adalah pemerataan kesempatan kerja bagi setiap lapisan masyarakat.
3. Sistem ekonomi Islam sangat kuat menanamkan nilai-nilai islam, sehingga setiap pelaku ekonomi tidak pernah melakukan aktivitas yang dapat menyebabkan cara-cara yang penuh intrik dan tipu daya; sangat memperhatikan kepemilikan individu, namun tetap memberikan batasan-batasan yang diatur sesuai dengan syariat Islam; negara merupakan salah satu institusi penting dalam perekonomian, berperan sebagai pembuat kebijakan dan melakukan fungsi pengawasan, agar kepentingan setiap pelaku ekonomi dapat terlindungi; memiliki sistem pemerataan dalam distribusi pendapatan melalui instrumen zakat, infak dan sedekah dari kelompok kaya ke kelompok miskin; setiap individu akan termotivasi untuk bekerja keras sebagai kunci kesuksesan individu.
Kompleksitas dari sistem ekonomi Islam telah tertuang dalam sistem ekonomi liberal dan sosialis, dimana sistem ekonomi Islam menampung kepemilikian individu tanpa mengabaikan peran negara (pemerintah), serta memperhatikan nasib rakyat kecil dengan adanya pendistribusian pendapatan yang adil dan menganjurkan bagi setiap pelaku ekonomi untuk terus bekerja keras dengan cara yang jujur dan halal. Dengan demikian dampak positif dari sistem ekonomi liberal dan sosialis telah tertanam dalam sistem ekonomi Islam yang sejak dulu telah di aplikasikan pada awal terbentuknya masyarakat Islam di Madinah.
[1]http://arfen-media.blogspot.com/2012/10/liberalisme-kapitalisme-dan-sosialisme.html dimuat dalam: Maxime Rodinson, Islam dan Kapitalisme, Bandung , Iqra, 1982, h. 31
[2]http://arfen-media.blogspot.com/2012/10/liberalisme-kapitalisme-dan-sosialisme.html dimuat dalam: Deliar Noer. Pemikiran Politik di Negeri Barat. Mizan Pustaka. h.244
[3] M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, Cet 1 (Solo; Era Adicitra Intermedia:2011), h.63
[4]http://arfen-media.blogspot.com/2012/10/liberalisme-kapitalisme-dan-sosialisme.html dimuat dalam: Schumacher, Kecil Itu Indah, (Jakarta;LP3ES:1979), h.240-241 dan 246
[5] M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, h.68
[6] http://nurkholis77.staff.uii.ac.id/perbedaan-mendasar-ekonomi-islam-dan-ekonomi-konvensional/ dimuat dalam: M. Abdul Mannan, 1986, Islamic Economics; Theory and Practice, Cambride: Houder and Stoughton Ltd., h.18
[7] http://nurkholis77.staff.uii.ac.id/perbedaan-mendasar-ekonomi-islam-dan-ekonomi-konvensional/ ; Muhammad Nejatullah Siddiqi, 1991, “Islamic Economic Thought: Foundations, Evolution and Needed Direction”, dalam AbulHasan M. Sadeq et al. (eds.), Development and Finance in Islamic, Petaling Jaya: International Islamic University Press, h. 21
[8] Umer Chapra, The Future of Economics, (terj) Ikhwan Abidin, (Jakarta; Gema Insani Press:2001) h.202-206, dimuat dalam: M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, h.71
[9] M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, h.76-77
[10] M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, h.66,68 dan 74
Tidak ada komentar:
Posting Komentar