Rabu, 01 April 2015

KEBIJAKAN FISKAL PADA MASA AL-KHULAFA AR-RASYIDUN


 
 KEBIJAKAN FISKAL PADA MASA AL-KHULAFA AR-RASYIDUN


Pada masa awal penyebaran Islam, Madina merupakan Negara yang  baru terbentuk dengan kemampuan daya mobilitas yang sangat rendah dari sisi ekonomi. Oleh karena itu peletakkan dasar-dasar sistem keuangan Negara yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, merupakan langkah yang sangat signifikan, sekaligus brilian dan spektakuler sehingga Islam pada masa itu  menjadi sebuah agama dan Negara yang berkembang pesat dalam jangka waktu yang relatif singkat.
Text Box: 1

Kebijakan fiskal yang diterapkan oleh Rasulullah diantaranya adalah jizyah atau pajak yang dibebankan kepada orang-orang non muslim sebagai jaminan perlindungan jiwa, harta dan kebebasan. Beliau juga menerapkan system kharaj yaitu pajak tanah yang dipungut dari kaum non muslim atas tanah hasil penaklukkan, ushr atau bea impor, zakat fitrah, wakaf, infaq, sedekah dan sebagainya. Peranan dari kebijakan-kebijakan fiskal yang diambil oleh Rasulullah ini bertujuan demi meningkatkan  kesejahterahkan masyarakat  terutama bagi orang-orang miskin, agar tidak terjadi ketimpangan antara yang kaya dan miskin. Pendapatan-pendapatan Negara tersebut kemudian dikumpul dan disimpan ke baitulmaal lalu didistribusikan bagi kepentingan kaum muslimin.
Setelah Rasulullah saw. wafat, Abu Bakar Al-Shiddiq terpilih sebagai khalifah islam yang pertama. Kemudian diteruskan oleh Umar ibn al-Khattab, Ustman ibn Affan  dan terakhir dipimpin oleh Ali ibn Abu Thalib. Keempat khalifah ini sangat berperan penting dalam mempertahankan eksistensi islam termasuk kebijakan fiskal yang telah di cetuskan oleh Rasululaah saw. Walaupun pada realitanya kondisi perekonomian terus berkembang dengan banyaknya tantangan, pedoman para khalifah tersebut tetap kembali pada konsep Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Pada makalah ini penulis akan mengangkat kisah klasik tentang perekonomian para khulafaurrasyidin dalam lingkup kebijakan fiskal pada masa kepemimpinan mereka, yang tentunya dapat menjadi bahan baku untuk memperbaiki kondisi perekonomian saat ini dan yang akan datang,

Definisi dan Konsep Kebijakan Fiskal
            Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengelola perekonomian kekondisi yang lebih baik dengan cara mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal dapat juga diartikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Menurut islam, system ekonomi islam pada dasarnya dibagi kedalam tiga sektor utama, yaitu sektor publik,  sektor swasta dan  sektor keadilan sosial. sektor publik merupakan sektor perekonomian yang melibatkan peran Negara dan dapat dianggap sebagai sektor fiskal. Adapun fungsi sektor kebijakan fiskal menurut islam adalah;
a.       Pemeliharaan terhadap hukum, keadilan, dan pertahanan.
b.      Perumusan dan pelaksanaan terhadap kebijakan ekonomi.
c.       Manajemen kekayaan pemerintah  yang ada di BUMN.
d.      Intervensi ekonomi oleh pemerintah jika diperlukan.[1]
            Fungsi ini pada dasrnya berlaku sama didunia, meskipun dalam berbagai praktik dan implementasinya seringkali berbeda dan disesuaikan dengan kebijakan yang berlaku dalam sebuah pemerintahan yang ada dinegara tersebut. sedangkan fungsi fiskal menurut konvensioanl adalah fungsi dalam tataran perekonomian yang sangat identik dengan kemampuan yang ada pada pemerintah dalam masalah menghasilkan pendapatan untuk kebutuhannya lalu mengalokasikan anggarannya yang ada atau biasa disebut dengan anggaran belanja Negara dan juga mendistribusikannya agar tercapai apa yang dinamakan dnegan efesiensi Negara.
Bentuk kebijakan fiskal
Kebijakan fiskal dibedakan kepada dua golongan, yaitu Penstabil otomatik dan kebijakan fiskal deskresioner
            Penstabil otomatik adalah bentuk-bentuk system fiskal yang berlaku secara otomatis cenderung untuk menimbulkan kestabilan dalam kegiatan ekonomi. Dalam suatu perekonomian modern, penstabil otomatik adalah system perpajakan yang progresif dan proporsional, diamana system perpajakan progresif ini mengenakan spersentase lebih tinggi seiring semakin tingginya jumlah pendapatan berupa pajak pendapatan individu. Sementara pajak proporsial merupakan suatu system perpajakan yang mengenakan persentase yang sama terhadap seluruh tingkat pendapatan, dikenakan pada perusahaan-perusahaan korporat berdasarkan keuntungan yang diperoleh.
            Pada posisi yang sama, penstabil otomatik mempengaruhi kebijakan harga minimum. Sebuah sistem pengendalian harga yang bertujuan menstabilkan pendapatan para petani dan pada waktu yang sama menjaga agar pendapatannya cukup tinggi.
            Kemudian sistem asuransi pengangguran, adalah sebuah sistem dalam bentuk jaminan sosial yang diberikan kepad penganggur. Sistem ini pada dasarnya mengharuskan tenaga kerja yang sedang bekerja membayar asuransi pendapatan dan menerima sejumlah pendaatan yang ditentukan pada saat menganggur.
            Kebijakan fiskal deksrisioner  adalah langkah-langkah dalam bidang pengeluaran pemerintah dan perpajakan secara khusus membuat perubahan
Keatas sistem yang ada, yang bertujuan untuk mengatasimaslah-maslah ekonomi yang diahadapi. Karena ternyata penstabil otomatik walaupun menjalankan fungsi yang penting dalam mengurangi fluktuasi kegiatan ekonomi dari satu period eke periode yang lainnya, namun tetap tidak dapat mengatasi masalah pengangguran atau inflasi dalam prekonomian, sehingga dibutuhkanlah suatu kebiajakn fiskal deskresioner. [2]

Sistem Ekonomi dan Kebijakan Fiskal pada Masa Pemerintahan  Al-Khulafa Ar-Rasyidun
            Al-khulafa ar-rasyidun dikenal sebagai para khalifah yang tak asing lagi dikalangan kaum muslim saat ini. Dialah Abu bakar Al-Siddiq, Umar ibn Khattab, Ustman ibn Affan dn Ali ibn Abu Thalib. Merekalah yang berperan penting  mengurus  segala urusan agama dan Negara yang begitu banyak dan kompleks, sampai untuk urusan terkecilpun tidak luput dari perhatian mereka. Adapun sistem ekonomi dan kebijakan fiskal dari keempat khalifah tersebut, maka diawali terlebih dahulu pada masa  pemerintahan Abu Bakar al-Siddiq kemudian tiga khalifah setelahnya.   
1.      Sistem Ekonomi Dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Abu Bakar Al-Shiddiq
            Setelah Rasululah saw. Wafat, abu bakar al-shiddiq yang bernama lengkap Abdullah ibn abu quhafah al-tamimi terpilih sebgai khalifah islam yang pertama. Ia merupakan pemimpin agama sekaligus kepala Negara kaum muslimin. Pada masa pemerintahannya yang hanya berlangsung slam dua tahun, abu bakar al-shiddiq banyak menghadapi persoalan dalam negeri yang berasa dari klompok mutrad, nabi palsu dan pembangkang zakat. Ketika terpilih sebagai khalifah, abu bakar pernah berkat” seluruh kaum muslimin telah mengetahui bahwa hasil perdaganganku tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga. Namun sekarang aku dipekerjakan untuk mengurus kepentingan kaum muslimin.” Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga abu bakar diurus dengan manggunakan harta baitul maal. Menurut beberapa riwayat, Ia diperbolehkan mengambil dua setengah atau tiga perempat dirham setiap harinya dari baitul maal dengan tambahan makanan berupa daging domba dan pakaian biasa.[3]
            Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan umat islam khalifah abu bakar al- siddiq melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi yang pada umumnya masih sama pada zaman Rasulullah saw. Ia sangat memperhatikan keakuratan perhitungan zakat sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pembayarannya. Hasil pengumpulan zakat dijadikan sumber pendapatan Negara dan disimpan dalam baitul maal untuk langsung didistribusikan seluruhnya  secara merata kepada kaum muslimin hingga tak ada sisa. seperti halnya Rasulullah saw., abu bakar juga melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukkan,sebagian diberikan kepada kaum muslimin dan sebgian yang lain tetap menjadi tanggungan Negara.
            Ada beberapa langkah-langkah yang dilakukan abu bakar al-shiddiq dalam manajemen fiskalnya, yaitu:
a.       Perhatian terhadap keakuratan perhitungan zakat.
b.      Pengembangan pembangunan baitul maal dan penanggugjawab baitu maal.
c.       Menerapkan konsep balance budget pada baitul maal, dimana  pendapatan langsung didistribusikan tanpa ada cadangan. Sehingga saat beliau wafat hanya satu dirham yang tersisa dalam perbendaharaan Negara.
d.      Melakukan penegakkan hukum terhadap pihak yang menolak membayar zakat dan pajak pemerintah.
e.       Secara individu abu bakar adalah seorang praktisi akad-akad perdagangan. [4]
2.      Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Umar Ibn Al-Khattab
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama sepuluh tahun umar ibn al-khattab banyak melakukan ekspansi hingga wilayah islam meliputi jazirah arab, sebagian kekuasaan romawi (Syria, palestina, dan mesir), serta seluruh wilayah kerajaan Persia, termasuk irak.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, umar ibn al-akhattab segera mengatur administrasi Negara dengan mencontoh Persia.

           Kebijakan yang telah dilakukan Umar pada msa pemerintahannya adalah:
a.       Reorganisasi Baitul Maal, dengan menjadikan baitul maal sebagai lembaga resmi Negara yang dikenal dengan al-diwan (sebuah kantor yang ditujukan untuk membayar tunjangan-tunjanagn angkatan perang dan pension serta tunjangan- tunjangan lain), dimana seluruh karyawan digaji menurut standar penggajian pada masa tersebut. serta adanya pengeluaran dana pension bagi mereka yang bergabung dalam kemiliteran.
b.      Diberlakukan sistem cadangan dana  darurat, dimana dari sumber penerimaan yang ada didisrtibusikan seluruhnya. Hal ini untuk membiayai angkatan perang dan kebutuhan darurta untuk umat.
c.       Pemerintah bertanggungjawab terhadap pemenuhan kebutuhan minimum makanan dan pakaian kepada warga negaranya.
d.      Diverifikasi terhadap objek zakat, diaman dilakukan objek yang dpaat dikenakan objek zakat baru. Dalam bahasa fiskal saat ini biasa dikenal dengan ekstensifikasi sumber-sumber penerimaan Negara.
e.       Pengembangan ushr (pajak pertanian)
f.       Undang-undang perubahan pemilikan tanah (land reform), diaman tanah-tanah yang tidak produktif  dikuasai Negara untuk diolah masyarakat dan masyarakat membayar kharaj atas tanah yang telah diolah tersebut.
g.      Pengelompokkan pendapatan Negara pada masa umar terbagi dalam empat bagian:[5]

Tabel. 1. Pengelompokkan Pendapatan Negara Pada Masa Khalifah Umar Ibn Al-Khattab
Sumber pendapatan
Pengeluaran
Zakat dan ushr
Pendistribusian untuk masyarakat setempat, jika ada surplus maka surplus tersebut disimpan.
Khums da shadaqah
Fakir miskin dan kesejahteraan
Kharaj, fay, jizyah, ushr, sewa tetap
Dana pensiun, dnam pinjaman (allowance)
Pendapatan dari semua sumber
Pekerja, pemelihara anak terlantar dan dana sosial.

3.      Sistem Ekonomi Dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Ustman Ibn Affan
            Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun, khalifah Ustman Ibn Affan berhasil melakukan ekspansi ke wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, perang Transoxania dan Tabaristan. Ia juga berhasil menumpas pemberontakan didaerah kurasan dan iskandariah.
            Pada enam tahun pertama masa pemerintahannya, khalifah ustam ibn affan melakukan penataan baru dengan mengikuti  kebijakan Umar ibn Al-Khattab. Dalam rangka pengembangan sumber daya alam, ia melakukan pembuatan saluran air, pembangunan jalan-jalan, dan pembentukan organisasi kepolisian secara permanen untuk mengamankan jalur perdagangan. [6]
            Khalifah Ustman ibn Affan tidak mengambil upah dari kantornya. Sebaliknya ia meringankan beban pemerintah dalam hal-hal yang serius, bahkan menyimpan uangnya dibendahara Negara. Hal tersebut meninggalkan kesalahpahaman dengan Abdullah ibn Irqam, bendahara  baitul Maal. Konflik ini tidak hanya membuat Abdullah menolak upah dari pekerjaanya, tetapi juga menolak hadir pada setiap pertemuan public yang dihadiri khalifah. Permasalah tersebut semakin rumit ketika muncul berbagai pertanyaan kontroversi mengenai pembelanjaan harta baitul maal yang tidak hati-hati.
            Khalifah Ustman Ibn affan tetap mempertahankan pemberian bantuan dan santunan serta memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-berbeda. Meskipun meyakini prinsip persamaan dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, ia memebrikan bantuan berbeda pada tingkat yang lebih tinggi dengan demikian pendistribusian harta baitul maal, Khalifah Ustman Ibn Affan menerapkan   prinsip keutamaan seperti halnya Umar Ibn Al-Khattab.
            Dalam hal pengelolaan zakat, khalifah ustman ibn affan mendelaegasikan kewenangan menaksir harta yang dilakukan untuk mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum pengumpul zakat. Disamping itu, khlifah ustam berpendapat bahwa zakat hanya dikenakan terhadap harta milik seseorang setelah dipotong seluruh utaang-utang bersangkutan. Ia juga mengurangi zakat dari dana pensiun. Selama menjadi khalifah, ustamn ibn Affan menaikkan dana pension sebesar 100 dirham disamping memberikan ramsum tambahan berupa pakaian. Ia juga memperkenalkan tradisi mendistribusikan makanan di masjid untuk para fakir miskin dan para musafir.
            Untuk meningkatkan pengeluaran dibidang pertahanan dan kelautan, meningkatkan dana pension dna pembangunan berbagai wilayah taklukan baru, Negara membutuhkan dana tambahan. Olehkarena itu, khalifah ustman bin Affan membuat beberapa perubahan administrasi tingkat atas dan pergantian beberapa guberbur. Sebagai hasilnya, jumlah pemasukan kharj dan Jizyah yang berasal dari mesir meningkat dua kali lipat, yakni dari dua juta dinar menjadi empat juta dinar stelah melakukan pergantian gubernur dari Amr kepada Abdullah bin Saad. Namun hal ini mendpat kecaman dari Amr. Menurutnya pemasukan yang besar diperoleh gubernur, Abdullah bin Saad merupakan hasil pemerasan penguasa terhadap rakyatnya.[7]

4.      Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Masa pemerintahan Ali Ibn Abu Thalib yang hanya berlangsung selama enam tahun selalu diwarnai dengan ketidakstabilan kehidupan politik. Ia harus mengahdapi pemberntakan thalhah, zubair ibn al-awwan dan aisyah yang menuntut kematian ustman ibn affan. Berbagai kebijakan tegas yang diterapkannya menimbulkan api permusuhan dengan keluarga bani Umayyah yang dimotori oleh muawiyah ibn abi sofyan.
Sekalipun demikian khalifah Ali ibn Abu Thalib tetap berusaha untuk melaksanakan berbagi kebijakan yang dapat e=mendorong penigkatan kesejahteraan umat islam. Menurut riwayat, ia secara sukarela menarik diri dari daftar penerima dana sukarela dan dana bantuan baitu lmaal, bahkan menurut riwayat yang lain,Ali memebrikan sumbangan sebesar 5000 dirham setiap tahun. Apapun faktanya, kehidupan Ali sangat sederhana dan sangat  ketat dalam membelanjakan keuangan Negara. Dalam sebuah riwayat, saudaranya yang bernama Aqil pernah mendatangi Khalifah Ali bin Abi Thalib untuk meminta bantuan keuangan dari dana Baitul Mal. Namun Ali menolak permintaan tersebut. dalam riwayat yang lain, Khalifah Ali diberitakan pernah memenjarakan Gubernur Ray yang dianggapnya telah melakukan tindak pidana korupsi.
            Selama pemerintahannya, Khalifah Ali ibn Abi Thalib menetapakan pajak terhadap para pemilik hutan sebesar 4000 dirham dan mengizinkan Ibn Abbas, Gubernur Kufah, memungut zakat terhadap sayuran segar yang digunakan sebagai bumbu masakan.
            Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, prinsip utama dari pemerataan distribusi uang rakyat telah diperkenalkan. Sistem distribusi setiap pekan sekali untuk pertama kalinya diadopsi. Hari kamis adalah hari pendistribusian atau hari pembayaran.
Pada hari itu, semua perhitungan diselesaikan dan pada hari sabtu dimulai perhitungan baru. Cara ini mungkin solusi yang terbaik dari sudut pandang hukum dan kondisi Negara yang sedang berada dalam masa transisi. Khalifah Ali meningkatkan tunjangan bagi para pengikutnya di Irak.
            Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, alokasi pengeluaran kurang lebih masih tetap sama sebagaimana halnya pada masa pemerintahan Khalifah Umar. Pengeluaran untuk angkatan laut yang ditambah jumlahnya pada masa Khalifah Usman bin Affan hampir seluruhnya dihilangka, karena sepanjang garis pantai Syria, Palestina, dan Mesir dibawah kekuasaan Muawiyah. Namun demikian dengan adanya penjaga malam dan patrol yang telah terbentuk sejak masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Al-Khattab, Ali membentuk Polisi yang terorganisasi secara resmi yang disebut syurthah dan pemimpinnya disebut Shahihus Syurthah. Fungsi lainnya dari Baitul Mal masih tetap sama dan tidak ada perkembangan aktivitas yang berarti pada masa ini.
            Khalifah Ali ibn Abi Thalib menekankan Malik agar lebih memeperhatikan kesejahteraan para prajurit dan keluarga mereka an diharapkan berkomunikasi lansung kepada masyarakat melalui pertemuan , terbuka dengan orang-orang miskin, orang-orang yang teraniaya, dan para penyandang cacat.
Prinsip-Prinsip Pengelolaan Baitul Maal
            Secara umum, baitul maal adalah suatu lembaga atau pihak (Arab: al-jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran Negara. Jadi setiap harta baik berupa tanah, bangunan, barang tambang, uang, komoditas perdagangan, maupun harta benda lainnya di mana kaum muslimin berhak memilikinya sesuai hukum syara’ dan tidak ditentukan individu pemiliknya ¾ walaupun telah tertentu pihak yang berhak menerimanya ¾ maka harta tersebut menjadi hak Baitul Mal, yakni sudah dianggap sebagai pemasukan bagi Baitul Mal.
            Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya An-Nisham Al- Iqtishadi fi Al-Islam telah menjelaskan sumber-sumber pemasukan bagi baitul mal dan kaidah-kaidah pengelolaan hartanya. Sumber-sumber tetap bagi baitul mal menurutnya adalah fai’, ghanimah/anfal, kharaj, jizyah, pemasukan dari harta milik umum, pemasukan dari harta milik Negara, ushr, khimus dari rikaz, tambang, serta harta zakat. Hanya saja, harta zakat diletakkan pad akas khusus baitil mal, dan tidak diberikan selain untuk 8 ashnaf (kelompok) yang telah disebutkan di dalam Al-Quran. Tidak sedikitpun dari harta zakat tersebut boleh diberikan kepada selain 8 ashnaf tersebut, baik untuk urusan Negara, maupun urusan umat. Imam (khalifah) boleh saja memberikan harta zakat tersebut berdasarkan pendapat dan itjihadnya kepada siapa saja dari kalangan 8 ashnaf tersebut. imam (khalifah) juga berbhak untuk memberikan harta tersebut kepada 1 ashnaf atau lebig atau membagikannya kepada mereka semuanya.
            Begitu pula pemasukan harta dari hak milik umum. Harta itu diletakkan pada diwan khusus baitil mal, dan tidak boleh dicampuradukkan dengan yang lain. Sebab harta tersebut menjadi hak milik seluruh kaum muslimin yang diberikan oleh khalifah sesuai dengan kemaslahatan kaum muslimin yang menjadi pandangan dan itjihadnya berdasarkan hukum-hukum syara’. Sedangkan harta-harta yang lain, yang merupakan hak baitulmal, diletakkan secara bercampur pada baitul maal dengan harta yang lain, serta dibelanjakan untuk urusan negara dan urusan umat, juga 8 ashnaf, dan apa saja yang penting menurut pandangan negara. Apabila harta-harta ini cukup memenuhi kebutuhan-kebutuhan rakyat maka cukuplah dengan harta tersebut. apabila tidak maka negara berhak mewajibkan pajak (dharibah) kepada seluruh kaum muslimin, untuk menunaikan tuntutan dari pelayanan urutan umat.
            Termasuk pula dalam kategori sumber pemasukan yang diletakkan di dalam baitul maal dan dibelanjakan untuk kepentingan rakyat adalah harta yang diperoleh oleh seorang ‘asyir dari kafir harbi dan mu’ahad (disebut dengan istilah usyuur), harta-harta yang diperoleh dari hak milik umum atau hak milik negara, dan harta-harta waris dari orang yang tidak mempunyai ahli waris. Apabila hak-hak baitul maal tersebut lebih untuk membayar tanggungannya, misalnya harta yang ada melebihi belanja yang dituntut dari baitul maal maka harus diteliti terlebih dahulu, apabila kelebihan tersebut bersal dari harta fai’ maka kelebihan tersebut diberikan kepada rakyat dalam bentuk pemberian. Apabila kelebihan tersebut bersal dari harta jizyah dan kharaj. Baitul maal akan menahan harta tersebut untuk disalurkan pada kejadian-kejadian yang menimpa kaum muslimin dan baitul maal tidak akan membebaskan jizyah dan kharaj tersebut dari orang yang wajib membayarnya. Sebab, hukum syara’ mewajubkan jizyah dari orang yang mampu dan mewajibkan kharaj dari tanah berdasarkan kadar kandungan tanahnya. Apabila kelebihan tersebut dari zakat maka kelebihan tersebut harus disimpan di dalam baitul maal hingga ditemukan 8 ashnaf yang mendapatkan diwan harta tersebut. oleh karena itu, ketika ditemukan, kelebihan tersebut bersal dari harta yang diwajibkan kepada kaum muslimin maka kewajiban tersebut dihentikan dari mereka dan mereka dibebeskan dari pembayaran tersebut.
            Pengeluaran atau penggunaan harta baitul maal menurut raian Taqiyuddin An-Nabhani ditetapkan berdasarkan 6 kaidah berikut yang didasarkan paaaddda kategori tata cara pengelolaan harta:
a.       Harta yang mempunyai kas khusus dalam baitul maal, yaitu harta zakat.
Harta tersebut adalah hak ashnaf yang akan diberikan kepada mereka, bila harta tersebut ada. Apabila harta dari bagian zakat tersebut ada pada baitul maal maka pembagiannya diberikan pada 8 ashnaf yang disebutkan di dalam Al-Qur’an sebagai pihak yang bernhak aytas zakat, serta wajib diberikan kepada mereka. Apabila harta tersebut tidak ada maka kepemilikan terhadap harta tersebut bagi orang yang berhak mendapatkan bagian tadi telah gugur. Dengan kata lain, bila di dalam baitul maal tidak terdapat harta dari bagian zakat tersebut maka tidak seorang pun dari 8 ashnaf tadi yang berhak mendapatkan bagian zakat.
b.      Harta yang diberikan baitul maal untuk menanggulangi terjadinya kekurangan, serta untuk melaksanakan kewajiban jihad. Apabila harta tersebut ada maka seketika itu wajib diberikan. Apabila tidak ada, lalu dikhawatirkan akan terjadi kerusakan atau mafsadat karena pemberiannya ditunda maka negara bisa meminjam harta untuk dibagikan seketika itu juga, berapa pun hasil pedngumpulan harta tersebut dari kaum muslimin, lalu dilunasi oleh negara.

KESIMPULAN
Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengelola perekonomian kekondisi yang lebih baik dengan cara mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ekonomi dan fiskal pada masa pemerintaha Al-Khulafa Ar- Rasyidun ialah:
1.      Pada masa Abu Bakar Al-Shiddiq yang hanya berlangsung selama dua tahun, beliau melakukakn kebijakan serta perhatian penuh terhadap keakuratan perhitungan zakat, pembangunan baitul maal dan penanggungjawab baitu maal, menerapkan konsep balance budget pada baitul maal, dimana  pendapatan langsung didistribusikan tanpa ada cadangan, melakukan penegakkan hukum terhadap pihak yang menolak membayar zakat dan pajak pemerintah.
2.      Sistem ekonomi dan fiskal pemerintahan khalifah umar ibn al-khattab ialah melakukan reorganisasi Baitul Maal, Diberlakukan sistem cadangan dana  darurat, pemerintah bertanggungjawab terhadap pemenuhan kebutuhan minimum makanan dan pakaian kepada warga negaranya, verifikasi terhadap objek zakat, pengembangan ushr (pajak pertanian), menetapkan Undang-undang perubahan pemilikan tanah (land reform), dan pengelompokkan pendapatan berdasarkan sumber penerimaan negara.

3.      Sistem ekonomi dan fiskal pemerintahan khalifah Ustman Ibn Affan pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun, khalifah Ustman Ibn Affan menetapkan keijakan atas pembagian lahan luas milik raja Persia kepada individu dan hasilnya mengalami penigkatan dari 9 juta dirham pada masa Umar menjadi 50 juta dirham pada masa Ustman, meningkatkan anggaran pertahanan dan kelautan serta meningkatkan dana pension serta dana pembangunan wilayah taklukan baru, dan membuat beberapa perubahan administrasi dan menigkatkan kharaj dan jizyah dari mesir.
4.      Pada masa khalifah ali bin abi thalib selama lima tahun, khalifah Ali menerapkan kebijakan distribusi seluruh pendapatan baitul maal sama dengan kebijakan yang dilakukan pada masa Rasulullah saw. Dan Abu Bakar, dan adanya kebijakan pengetatan anggaran negara. 
 Baitul maal merupakan suatu lembaga atau pihak yang mempunyai tugas khusus menanagani segala harta. Sumber dana baitul maal berasal dari fai’, ghanimah, kharaj, jizyah, pemasukan harta dari milik umum, pemasukan dari harta milik negara, ushr, khumus dan rikaz, tambang serta harta zakat. Ada 6 kaidah pengeluaran atau penggunaan harta baitul maal menurut taqayuddin an- nabhani yaitu harta yang mempunyai kas khusus, yaitu harta zakat, harta yang diberikan baitul maal untuk menanggulangi terjadinya kekurangan serta untuk melaksanakan kewajiban jihad.

 
Referensi
Al-Arif ,Muhammad Nur Arianto.2011. Dasar-Dasar Ekonomi Islam . Solo: PT. Era Adicitra Intermedia

Azwar Karim,Adiwarman.2012. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.Jakarta:PT. Grafindo Persada

Kadir,Amiruddin.2011. Ekonomi dan Keuangan Syariah. Makassar: Alauddin Press





 


[1] Muhammad Nur Arianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam  (Solo; PT. Era Adicitra Intermedia: 2011) h.215
[2] Muhammad Nur Arianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi ,h.218-220
[3] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, dalam   Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet.V (Jakarta;PT. Grafindo Persada: 2012), h.55
[4] Muhammad Nur Arianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi  Islam, dalam  Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis, h. 233

[5]  Muhammad Nur Arianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi  Islam,h.234
[6] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h.79
[7]  Amiruddin Kadir, Ekonomi dan Keuangan Syariah, Cet. I (Makassar; Alauddin Press:2011),  h. 60-61

Tidak ada komentar:

Posting Komentar