Sabtu, 05 September 2015

Membangun Sinergitas Internal Sebelum Mensosialisasikan Lembaga Keuangan Syariah

Membangun Sinergitas Internal Sebelum Mensosialisasikan Lembaga Keuangan Syariah

Oleh: Dewi Angraeni

Selama ini sosialisasi dan edukasi keuangan syariah sudah berlangsung cukup lama, baik melalui media massa, seminar, workshop, pelatihan dan sebagainya. Namun cara itu masih saja belum cukup untuk memperkenalkan Lembaga Keuangan Syariah kepada seluruh penduduk negeri ini. Belum lagi terdengar kabar bahwa LKS, misalnya bank syariah disebut-sebut  hanya sekedar lebelisasi bank konvensional, BMT yang serupa dengan koperasi konvensional dan tidak sedikit masyarakat yang apatis tentang trend keuangan syariah padahal mereka adalah umat Muslim. Hal tersebut disebabkan karena masih minimnya pengetahuan masyarakat tentang LKS. Ironinya adalah, masyarakat yang islami belum tentu pemikiran dan perbuatannya ikut islami, terkhusus dalam bidang muamalah. Idealnya, untuk membangun sinergitas internal di tubuh institusi keuangan Syariah bukan hanya dari aspek keuangan saja, melainkan harus secara keseluruhan  yang ditopang oleh pilar-pilar terpenting, diantaranya adalah:
1.      Keshalehan Individu
Hakikat keshalehan adalah dengan mengimani Islam sebagai akidah dan syariah, dan pengaplikasiannya dalam segala aspek kehidupan. Sebab ketika seorang muslim meyakini bahwa dia sebagai khalifah dalam kehidupan ini, yang salah satu peranannya adalah memakmurkan bumi dan mengembangkannya, maka keyakinannya ini akan mendorongnya dalam melakukan pengembangan ekonomi dengan menilainya sebagai sarana yang harus dimiliki dalam melaksanakan tugasnya dalam kehidupan ini.
2.      Kebaikan Sistem Pemerintah
Urgensi kebaikan sistem pemerintahan bersumber pada kesadaran individu umat yang merasakan bahwa di sana terdapat lembaga yang memberikan hak-haknya, menentukan kewajiban dan konsekuensi untuknya, dan memberikan peluang kepadanya dalam kehidupan. Dan itulah yang akan mewujudkan keamanan dan ketentraman, dan kepatuhan pada aturan. Umar bin Khattab ra. Berkata “ Suatu negeri akan hancur meskipun dia makmur, jika orang-orang yang lacur menjadi petinggi, dan harta dikuasai oleh orang-orang fasik”.
Oleh karena itu, berupaya keras dalam mewujudkan institusi keuangan syariah yang baik dengan intensif menampung suara rakyat kemudian menunaikan hak-hak mereka.
Selain itu, sebelum turun gunung atau sosialisasi kepada masyarakat, terlebih dahulu produk LKS harus benar-benar kredibel, praktisi dan akademisi tidak boleh gagal paham, ahli fikih juga perlu paham praktik industri keuangan syariah, dan tentunya ilmu fikih, teori dan praktik semuanya harus selaras. Apabila telah tercapai, maka tidak akan ada lagi masyarakat yang  gagal paham tentang keuangan syariah. Masyarakat cenderung memberikan penilaian berdasarkan apa yang dilihat dan temui di lapangan, berdasarkan produk, berdasarkan gerak praktisi, apa kata akademisi dan tentu apa kata ahli fikih.
Publik itu cerdas, dan menurut teori Marketing Public Relations,  jika suatu produk sudah kredibel, praktisi dan akademisinya tidak gagal paham, maka keuangan syariah akan lebih memarketingkan dirinya sendiri dengan sebuah akselerasi. Selain itu, mengemas informasi produk dengan bahasa yang mudah dipahami  namun tidak melanggar prinsip dan kaidah fikih yang berlaku.
Tidak hanya itu, peran pesantren sebagai pencetak Sumber Daya Insani yang telah di bekali ilmu agama dapat ikut serta menduduki posisi strategis di LKS, cukup ditambahkan wawasan praktik karena ilmu dasar mereka sudah  sangat memadai. Dukungan para Ulama dan akademisi juga sangat dibutuhkan untuk memperbaiki pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan bisnis dan operasional LKS.Komunikasi juga harus dibangun dengan komunitas Islam (ormas/gerakan Islam) yang aktif meng-kritisi praktek LKS yang belum 100%. Komunikasi tersebut diharapkan dapat memperbaiki bukan saling memusuhi dan saling menyalahkan. Karena pada hakikatnya LKS adalah milik umat Islam, maka kemajuan LKS harus melibatkan seluruh elemen umat Islam. Bahkan pemerintah sebagai regulator harus turut mengawal dan mengusung kebijakan yang konstruktif demi tercapainya tujuan LKS ke seluruh lapisan masyarakat.
Nasib perekonomian suatu negara tergantung bagaimana kebijakan pemerintahannya, begitupun LKS yang masih terbilang pemain baru sangat membutuhkan peranan pemerintah agar laju pertumbuhan keuangan syariah dapat meningkat tajam seiring dengan persentasi umat Muslim terbesar di dunia. Bertolak ke negara tentangga, Malaysia misalnya, bahwa posisi nomor satu dalam pertumbuhan keuangan syariah diperoleh akibat adanya dorongan kuat dari pemerintah dalam menentukan kebijakan LKS, dimana pemerintah mengatur agar dana perusahaan milik negara disimpan pada perbankan syariah. Sehingga pangsa pasar LKS Malaysia jauh lebih banyak dibanding Indonesia. Meskipun jumlah rekeningnya sedikit tapi nilainya lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Jadi, tidak ada salahnya untuk mencontoh Malaysia yang telah membuktikan secara top-down dalam mengakselerasi keberhasilan Lembaga Keuangan Syariahnya.
jadi untuk membangun sinergitas dalam tubuh semua elemen yang turut berkotribusi dalam mensosialisasikan keuangan syariah harus benar-benar sepaham dan bekerja sama demi meningkatkan pertumbuhan LKS di negara ini.   


Referensi:
http://finance.detik.com/read/2015/06/13/160254/2941564/5/
Al-Haritsi, Jaribah bin Ahmad. Al-Fiqh Al-Iqhtisadi li Amiril Mukmin Umar Ibn A-Khattab. Terj. Asmuni Sholihan Zamakhsyari, Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khattab. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014





   



Jumat, 04 September 2015

Mengupayakan Realisasi Potensi Zakat 217 Triliun


Menurut data Bank Indonesia, potensi zakat Indonesia mencapai IDR 217 triliun per tahun. Tetapi baru sekitar IDR 2.7 triliun yang terserap. Menurut Nur Efendi, ada 3 hal yang sedang dilakukan untuk menggapai nilai potensi zakat, yaitu:
1.      Sosialisasi
Pemahaman masyarakat terhadap zakat yang masih menganggap zakat itu hanya zakat fitrah saja yang dikeluarkan pas Idul Fitri. Padahal ada dua jenis zakat; zakat mal dan zakat fitrah. Zakat mal ini lah yang dikeluarkan 2,5 persen, yang bersumber dari zakat profesi, zakat perdagangan, zakat pertanian, dan sebagainya. Terus juga masih banyak masyarakat kita yang berdonasi langsung.
2.      Kredibel
Ketika sudah mengerti zakat, masyarakat akan bingung mau bayar ke mana, lembaganya kredibel atau tidak, transparasi atau tidak. Ada sekitar 18 lembaga zakat di Indonesia, salah satunya Rumah Zakat, yang rutin melakukan audit independen setiap tahunnya, sejak 2003 lalu, dengan hasil WTP [Wajar Tanpa Pengecualian].
3.      Program
Memberitahukan secara jelas dan transparan mengenai program-program yang dilakukan terhadap penyaluran zakatnya. Kalau di Rumah Zakat sendiri ada program ‘Senyum’ bantuan dana sekolah, ada ‘mobil juara’ yang bisa mengakses sampai daerah-daerah yang tidak bisa digapai sekolah. Ada rumah sakit gratis, juga ada program ‘Senyum Mandiri’ untuk membantu pengusaha kecil. Lalu ada ‘Senyum Lestari’ yaitu mendirikan bank sampah.
Selain itu, agar fungsi Baznas dan Lembaga Amil Zakat  tidak terjadi tumpang tindih maka diperlukan adanya sinergitas dengan mengadakan bantuan dan saling bahu membahu guna terus menaiknya penyalur zakat lewat lembaga-lembaga resmi. Misalkan di suatu daerah mendapatkan bantuan pendidikan dari lembaga zakat A, maka lembaga zakat B bisa menyalurkan bantuannya dalam bidang kesehatan.[1]
Namun selama ini jaringan dan sinergi  belum dioptimalkan oleh Baznas, sementara membangun jaringan baru tidak mungkin dalam waktu dekat karena akan memakan biaya sangat besar. Apalagi wilayah Indonesia luas dan berpulau pulau. Selain itu, pengelola dan pengelolaannya perlu digerakkan secara corporate oleh pemimpinnya secara penuh waktu. Apabila  selama ini dengan cara biasa hanya terkumpul Rp 2,7 Triliun pertahun. Cara sambil lalu sudah tidak bisa lagi sekarang. Pengentasan kemiskinan atau pemberdayaan Asnaf ke 8 akan berhasil jika pengumpulan zakat mencapai yang tertinggi, yang semula memberi santunan, bisa juga dengan memberdayakan dengan projek inkubasi untuk mengaatasi kemiskinan.[2] Dengan jumlah warga 11,7 persen yang masuk tergolong fakir miskin. Dimana ini nanti akan menjadi sasaran utama penyaluran zakat untuk di entaskan dari kemiskinan yang apabila berhasil,  maka misi zakat untuk mengurangi kemiskinan akan di lirik oleh pemerintah. Sebab anggaran pengentasan kemiskinan dari APBN sekarang masih didanai dari sumber hutang dari asing.
Dengan demikian Baznas sebagai badan resmi yang bertanggung jawab kepada presiden, sebenarnya akan sanggup menggali 217 triliun zakat yang sangat potensial dengan terus mengoptimalkan segala kemampuan, sinergi, sosialisasi, dan yang terpenting adalah intervensi negara serta optimisme zakat tidak akan mempengaruhi panerimaan pajak, bahkan jika keduanya dioptimalkan maka  potensi zakat  dapat menutupi biaya APBN yang sebagiannya bersumber dari utang luar negeri. Hal ini tentunya juga akan menguntungkan masyarakat miskin karena penyaluran zakat semakin meluas dan negarapun akan semakin mandiri dan bermartabat.





[1] Nur Efendi, “CEO Rumah Zakat, Nur Effendi, menyiapkan 3 hal untuk menggapai potensi zakat 217 triliun”, Ghiboo.com your character and style. http://ghiboo.com/2015/08/12 


[2]Erwin Kurai, ” Baznas Dikelola Amatiran, 217 Triliun Zakat Tak Tergali“, Detak Riau. 30 Juni 2015.  http://m.detakriau.com/read-6512-2015-06-30 

Analisis Inflasi 2015


Tekanan inflasi pada tahun 2015 diperkirakan masih akan dipengaruhi oleh perkembangan harga komoditas bahan pangan dan energi di pasar internasional dan domestik. Dari sisi permintaan, program penyehatan ekonomi dunia yang dilaksanakan di beberapa negara, diharapkan dapat mempercepat proses pemulihan ekonomi Eropa, Amerika Serikat, Tiongkok serta India, sehingga mendorong peningkatan permintaan di pasar internasional. Kondisi tersebut akan mendorong peningkatan inflasi negara mitra dagang utama Indonesia, sehingga berpotensi untuk meningkatkan tekanan dari sisi imported inflation. Dari sisi penawaran, ketegangan geopolitik yang melanda kawasan Timur Tengah, Afrika Utara, serta Amerika Selatan dikhawatirkan dapat mengganggu pasokan komoditas energi di pasar internasional. Selain itu, dampak gejala cuaca seperti el nino maupun la nina, bencana alam serta meningkatnya upaya konversi biofuel sebagai sumber energi alternatif, dikhawatirkan dapat mengganggu pasokan bahan pangan di pasar internasional. Dari sisi domestik, faktor iklim dan bencana alam masih tetap menjadi salah satu sumber potensi peningkatan laju inflasi ke depan, mengingat secara historis kedua faktor tersebut dapat menyebabkan ganguan produksi dan arus distribusi bahan pangan.
Selain itu, strategi pembangunan ke depan dalam rangka reformasi ekonomi serta mengurangi beban tekanan internal defisit neraca transaksi berjalan, mendorong Pemerintah untuk menjaga agar gejolak harga komoditas bahan pangan dan energi di pasar internasional tidak berdampak negatif terhadap perekonomian nasional. Pemerintah akan terus mengupayakan peningkatan pasokan dan distribusi bahan pangan, seperti melalui perluasan areal pertanian dan perkebunan, perbaikan peraturan pengendalian alih fungsi lahan, perbaikan, dan peningkatan sarana prasarana produksi pangan. Selain itu, penataan jalur distribusi dan sistem logistik nasional (sislognas), serta program dukungan lain terkait dengan implementasi program pembangunan konektivitas nasional dan logistik distribusi dan percepatan penanggulangan kemiskinan untuk meredam potensi kenaikan inflasi dari sisi volatile foods. Fokus Pemerintah dalam upaya pengendalian inflasi juga terlihat dari komitmen Pemerintah untuk tetap menyediakan alokasi anggaran dan dana cadangan dalam rangka menjaga ketahanan pangan dan stabilisasi harga. Alokasi anggaran tersebut antara lain diarahkan untuk meningkatkan produksi dan ketersediaan pasokan bahan pangan serta alokasi dana cadangan untuk mengantisipasi gejolak yang ditimbulkan sebagai akibat tekanan kelangkaan pasokan bahan pangan sebagai akibat bencana alam dan gangguan cuaca serta mendukung operasi pasar dan penyediaan beras untuk rakyat miskin. Pemerintah terus melakukan evaluasi dan analisis untuk memilih kebijakan terbaik dengan mempertimbangkan besarnya dampak inflasi dan tekanan pada perekonomian, tingkat kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat miskin, serta keberlanjutan fiskal dan pembangunan ke depan.
Pemerintah menyadari bahwa faktor-faktor kepastian besaran (magnitude), waktu pelaksanaan (timing), kejelasan aturan hukum yang melandasi kebijakan serta sosialisasi dan dukungan legislatif terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut memiliki dampak signifikan dalam meredam tekanan ekspektasi inflasi masyarakat. Di samping itu, koordinasi kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil yang semakin baik yang didukung oleh semakin meningkatnya kesadaran pemerintah daerah dalam upaya pengendalian inflasi diharapkan dapat menciptakan kestabilan harga di dalam negeri. Dalam kaitan dengan ekspektasi inflasi, Pemerintah menyadari perlunya perbaikan upaya-upaya sosialisasi kebijakan untuk lebih memberikan kepastian kepada masyarakat dan dunia usaha. Dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi tersebut dan kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil dalam pengendalian inflasi, laju inflasi tahun 2015 diperkirakan mencapai 4,4 persen atau berada pada kisaran rentang sasaran inflasi yang telah ditetapkan sebesar 4,0 ± 1,0 persen. Perkembangan laju inflasi dalam negeri dan inflasi global disajikan dalam grafik dan tabel berikut;

Referensi:

http://www.kemenkeu.go.id/