Menurut data Bank
Indonesia, potensi zakat Indonesia mencapai IDR 217 triliun per tahun. Tetapi
baru sekitar IDR 2.7 triliun yang terserap. Menurut Nur Efendi, ada 3 hal yang
sedang dilakukan untuk menggapai nilai potensi zakat, yaitu:
1.
Sosialisasi
Pemahaman masyarakat terhadap
zakat yang masih menganggap zakat itu hanya zakat fitrah saja yang dikeluarkan
pas Idul Fitri. Padahal ada dua jenis zakat; zakat mal dan zakat fitrah. Zakat
mal ini lah yang dikeluarkan 2,5 persen, yang bersumber dari zakat profesi,
zakat perdagangan, zakat pertanian, dan sebagainya. Terus juga masih banyak
masyarakat kita yang berdonasi langsung.
2.
Kredibel
Ketika sudah mengerti zakat, masyarakat
akan bingung mau bayar ke mana, lembaganya kredibel atau tidak, transparasi
atau tidak. Ada sekitar 18 lembaga zakat di Indonesia, salah satunya Rumah
Zakat, yang rutin melakukan audit independen setiap tahunnya, sejak 2003 lalu,
dengan hasil WTP [Wajar Tanpa Pengecualian].
3.
Program
Memberitahukan secara jelas dan transparan mengenai
program-program yang dilakukan terhadap penyaluran zakatnya. Kalau di Rumah
Zakat sendiri ada program ‘Senyum’ bantuan dana sekolah, ada ‘mobil juara’ yang
bisa mengakses sampai daerah-daerah yang tidak bisa digapai sekolah. Ada rumah
sakit gratis, juga ada program ‘Senyum Mandiri’ untuk membantu pengusaha kecil.
Lalu ada ‘Senyum Lestari’ yaitu mendirikan bank sampah.
Selain itu, agar fungsi
Baznas dan Lembaga Amil Zakat tidak
terjadi tumpang tindih maka diperlukan adanya sinergitas dengan mengadakan
bantuan dan saling bahu membahu guna terus menaiknya penyalur zakat lewat
lembaga-lembaga resmi. Misalkan di suatu daerah mendapatkan bantuan pendidikan
dari lembaga zakat A, maka lembaga zakat B bisa menyalurkan bantuannya dalam
bidang kesehatan.[1]
Namun selama ini jaringan dan
sinergi belum dioptimalkan oleh Baznas,
sementara membangun jaringan baru tidak mungkin dalam waktu dekat karena akan
memakan biaya sangat besar. Apalagi wilayah Indonesia luas dan berpulau pulau. Selain
itu, pengelola dan pengelolaannya perlu digerakkan secara corporate oleh
pemimpinnya secara penuh waktu. Apabila selama ini dengan cara biasa
hanya terkumpul Rp 2,7 Triliun pertahun. Cara sambil lalu sudah tidak bisa lagi
sekarang. Pengentasan kemiskinan
atau pemberdayaan Asnaf ke 8 akan berhasil jika pengumpulan zakat mencapai yang
tertinggi, yang semula memberi santunan, bisa juga dengan memberdayakan dengan
projek inkubasi untuk mengaatasi kemiskinan.[2] Dengan jumlah
warga 11,7 persen yang masuk tergolong fakir miskin. Dimana ini nanti akan
menjadi sasaran utama penyaluran zakat untuk di entaskan dari kemiskinan yang
apabila berhasil, maka misi zakat untuk mengurangi kemiskinan akan di
lirik oleh pemerintah. Sebab anggaran pengentasan kemiskinan dari APBN
sekarang masih didanai dari sumber hutang dari asing.
Dengan demikian Baznas sebagai badan resmi yang bertanggung
jawab kepada presiden, sebenarnya akan sanggup menggali 217 triliun zakat yang
sangat potensial dengan terus mengoptimalkan segala kemampuan, sinergi,
sosialisasi, dan yang terpenting adalah intervensi negara serta optimisme zakat
tidak akan mempengaruhi panerimaan pajak, bahkan jika keduanya dioptimalkan
maka potensi zakat dapat menutupi biaya APBN yang sebagiannya
bersumber dari utang luar negeri. Hal ini tentunya juga akan menguntungkan
masyarakat miskin karena penyaluran zakat semakin meluas dan negarapun akan
semakin mandiri dan bermartabat.
[1] Nur Efendi, “CEO Rumah Zakat, Nur Effendi, menyiapkan 3 hal untuk menggapai potensi zakat 217 triliun”, Ghiboo.com your character and style. http://ghiboo.com/2015/08/12
[2]Erwin Kurai, ” Baznas
Dikelola Amatiran, 217 Triliun Zakat Tak Tergali“, Detak Riau. 30
Juni 2015. http://m.detakriau.com/read-6512-2015-06-30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar